Menelaah Program Baru Penunjang Ekonomi

Saat menutup rapat kerja rencana induk percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di Istana Bogor, Selasa 19 April, Presiden SBY mengeluarkan enam program baru untuk mendukung percepatan ekonomi di Indonesia.

Seluruh rakyat Indonesia pastinya berharap, semoga program ini berjalan lancar dalam penerapannya dan mampu mendorong bergeraknya ekonomi daerah yang akan berdampak pada terbukanya lapangan kerja baru dan berkurangnya jumlah rakyat miskin.

Keenam program baru tersebut meliputi ketahanan pangan, sektor energi, pengadaan infrastruktur, pengadaan sarana transportasi laut dan udara, pembenahan di sektor pembiayaan, serta mendorong 


berkembangnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Sebagai sebuah kebijakan, tidak ada yang salah dengan enam program baru pemerintahan SBY. Rakyat pun pasti tidak membantah bahwa program baru tersebut cukup atau bahkan sangat bagus. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana penerapannya di lapangan, karena semua program tersebut menyangkut keberlangsungan ekonomi bangsa dan kehidupan rakyat.

Dengan segala sumber daya alam dan manusia yang dimiliki Indonesia saat ini, untuk merealisasikan program-program baru tersebut tidak sulit. Apalagi SBY memiliki tim ekonomi yang terbukti solid dalam kondisi apapun. Saat krisis ekonomi, energi dan pangan melanda seantero dunia, Indonesia merupakan salah satu negara yang tetap survive. Ini menunjukkan bahwa secara ekonomi makro, Indonesia cukup kuat.

Pondasi ekonomi makro yang kuat, ditambah sumber daya alam dan manusia mumpuni, tentunya menjadi modal kuat bagi pemerintah untuk menjalankan enam program ekonomi sampai 15 tahun ke depan.

Sebagai parameter untuk mengukur tingkat keberhasilan program ekonomi baru SBY itu bisa dianalisis secara mikro. Pertama, sudah tepat ketika SBY menempatkan program ketahanan pangan pada prioritas utama. Pada masa yang akan datang, sangat dimungkinkan terjadi krisis pangan global sebagai akibat dari anomaly iklim, pemanasan bumi dan bertambahnya jumlah penduduk.

Sekarang saja dunia sudah merasakan dampak anomali iklim. Krisis pangan telah menyebabkan tatanan ekonomi dunia goyang. Inflasi merajalela di hampir semua negara, sebagai imbas krisis pangan, termasuk Indonesia.

Dengan berbagai kebijakan penguatan sektor pangan; penambahan stok beras dan pembebasan bea masuk impor beberapa produk pangan, Indonesia tidak mengalami pemanasan suhu politik, seperti yang terjadi di Yunani dan Mesir.

Program food estate yang dikeluarkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan program di sektor ketahanan pangan. Pemanfaatan sumber daya alam lewat pengembangan industri berbasis agrikultural juga akan membantu Indonesia meraih ketahanan pangan pada 15 tahun yang akan datang.

Program kedua dalam sektor energi juga relatif bisa dicapai dalam waktu 10 tahun ke depan. Untuk menjaga ketersediaan listrik di seluruh wilayah dalam menunjang sektor industri, pemerintah harus mempercepat pengadaan pembangkit yang berbasis sumber energi baru dan terbarukan, seperti panas bumi.

Untuk menyuplai energi, pemerintah juga harus mengoptimalkan pembangunan kilang minyak baru dan memaksimalkan sumur-sumur tua yang selama ini terbengkalai. Sebagai salah satu negara penghasil sumber energi terbesar di dunia, seharusnya Indonesia tidak akan mengalami kesulitan dalam pengadaan energi.

Syaratnya, segala pengolahan berbasis mandiri harus segera dilakukan, sehingga sumber energi yang terkandung dalam perut bumi Indonesia tidak dibawa lari oleh perusahan-perusahaan asing milik negara kapitalis.

Untuk mencapai program ketiga, yaitu pengadaan infrastruktur, Indonesia bisa memulai dengan pembangunan pelabuhan baru di luar Pulau Jawa, kemudian melanjutkan proyek jalan tol dan sarana penghubung antar daerah yang sudah lama mengalami tertunda.

Pemerintah harus tegas kepada investor atau kontraktor pemenang tender pengadaan infrastruktur. Misalnya, untuk kasus tol mangkrak, pemerintah harus memberikan sanksi dan bila perlu memutus kontrak kontraktor yang menangani.

Ketegasan itu harus dibangun dari sekarang, sehingga proses pengadaan dan pembangunan sarana infrastruktur bisa berjalan dan sesuai rencana. Segala bentuk pembiaraan terhadap pihak-pihak yang menyebabkan mangkraknya sarana infrastruktur akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi, karena arus distribusi barang dan produksi tidak lancar.

Penanganan infrastruktur ini setali tiga uang dengan program keempat, yaitu pengadaan sarana transportasi laut dan udara. Pembangunan pelabuhan baru dan bandar udara akan sangat membantu percepatan ekonomi daerah di luar Pulau Jawa. Sebagai negara kepulauan, proses distribusi barang-barang industri di Indonesia sangat tergantung pada transportasi laut dan udara.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, program pengadaan sarana transportasi laut dan udara ini seharusnya tidak mengalami kendala, karena sebelumnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sudah melakukan hal sama.

Bergantung Investor Asing

Dalam pelaksanaan program pengadaan infrastruktur, serta sarana transportasi laut dan udara, pemerintah sering terkendala dengan pembiayaan. Dalam APBN memang ada pos anggaran untuk mendukung infrastruktur. Namun jumlahnya tentu saja tidak bisa meng-cover seluruh pembiayaan pengadaan infrastruktur dan sarana penunjang lainnya.

Selama ini pemerintah harus pontang-panting mencari dana dari luar negeri untuk membiayai pembangunan sarana infrastruktur dan pra-sarana penunjangnya. SBY seperti sangat paham dengan kondisi itu, sehingga untuk menjaga aset nasional berupa infrastruktur ditekankan supaya pembiayaannya dilakukan oleh investor dalam negeri.

Sejauh ini pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sudah memerintahkan kepada seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk terlibat dalam pembiayaan proyek-proyek infrastruktur di dalam negeri. Pembiayaan yang ditanggung oleh BUMN atau investor dalam negeri pastinya akan memudahkan pemerintah dalam menjaga aset nasional.

Untuk menarik minat investor dalam negeri, pemerintah bisa memberikan rangsangan berupa insentif dan berbagai kemudahan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa penghambat masuknya investor dalam penggarapan proyek-proyek dalam negeri adalah proses birokrasi yang berliku dan maraknya pungli (pungutan liar).

Kalau pemerintah bisa menjamin kemudahan birokrasi dan memberantas pungli, terutama yang marak di daerah, saya yakin investor dalam negeri tidak akan alergi berinvestasi.

Apabila program ekonomi dari pertama sampai kelima bisa dijalankan secara tersistem dan terintegrasi, untuk masuk dalam peringkat delapan besar negara berpengaruh di dunia pada 2025 nanti bukanlah sebuah mimpi. Kalau program-program tersebut terintegrasi secara nyata dengan Visi Ekonomi Indonesia 2025, niscaya untuk masuk peringkat lima besar negara berpengaruh di dunia pada 2045 juga bisa tercapai.

Namun yang tak kalah penting dari kelima program yang baru dikeluarkan SBY adalah bagaimana mendorong UMKM sehingga mampu bersaing dengan pengusaha besar. UMKM adalah representasi dari kehidupan rakyat. Ujung dari semua program itu adalah untuk kemakmuran rakyat.

Modernisasi pasar tradisonal yang dilakukan pemerintah saat ini bisa menjadi langkah awal untuk melindungi UMKM di tengah merajalelanya pusat-pusat perbelanjaan. Pemberian stimulus melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program-program pengembangan ekonomi lokal harus terus dilakukan untuk menciptakan persaingan yang sehat antara UMKM dengan pengusaha besar. Semoga pemerintah bisa menjalankan semua programnya, sehingga Indonesia terus berkembang dan menjadi negara maju yang disegani dunia.

TOLE SUTRISNO
Peneliti & Direktur Operasional Developing Countries Studies Centre (DCSC) Indonesia